Ceria Dibalik Mental Pemenang Kobe bryant

11.01


“SUCCESFULL people have certain common mental characteristics that help them to be successful in any area of endeavour.” Itulah kalimat pertama di buku The Winner’s Mind yang dikarang Allen Fox, Ph.D. Buku itu tak sengaja saya temukan di rak toko buku Kinokuya KLCC, Kuala Lumpur, Malaysia usai wawancara dengan salah satu tokoh olah raga Malaysia untuk disertasi doktoral saya beberapa waktu lalu. Fox adalah sarjana Fisika namun mendapatkan gelar Doktor di bidang psikologi dari UCLA.

Buku karangan Allen Fox, Ph.D.
Dr. Fox adalah penggemar berat olah raga tenis. Ia pernah menempati peringkat keempat AS dan mencapai perempat final grand slam Wimbledon. Ia memiliki bisnis di bidang investasi. Dalam skala kecil, ia menjadi pelatih tenis di Pepperdine University. Ia pernah menjadi motivator petenis AS, Brad Gilbert. Gilbert pernah melatih Andre Agassi dan Andy Roddick.

Lain halnya dengan Bob Bradley, pelatih sepak bola timnas USA. Amerika Serikat tampil mengejutkan dengan mencapai babak final Piala Konfederasi 2009 yang tengah berlangsung di Afrika Selatan. AS yang sempat dicukur 1-3 Italia dan 0-3 oleh Brasil, tiba-tiba lolos ke semi final dengan menggasak Mesir 3-0. Di semi final, peringkat pertama dunia Spanyol ditekuk 2-0.

“Fokus mematikan pemain kunci lawan, kerjasama, defense, dan menyerang balik penuh perhitungan,” kata Bradley, menyebut faktor mengalahkan Mesir dan juara Eropa Spanyol. Darah olah raga mengalir dalam keluarganya. Bob adalah pesepak bola di Princeton sejak 1976-1980. Profesi pelatih ditekuni sejak 1981 sampai sekarang.

Sang adik, Scott adalah pebisbol di klub Seattle Mariners dan sekarang menjadi pelatih Universitas Princeton. Adiknya yang lain, Jeff adalah jurnalis di ESPN Magazine. Sang anak Michael Bradley adalah pesepak bola timnas, yang sebelumnya bermain untuk Metro Stars (AS), Heerenveen (Belanda), dan Borussia Mönchengladbach (Jerman).

Hubungan erat Bapak dan Anak membuat Bob mendapatkan masukan tajam bagaimana corak permainan Eropa, khususnya Spanyol dari Michael! Bob dengan timnya mendesain sebuah pola counter attack, lewat software tentunya, untuk menganalisis kecenderungan pergerakan lawan. Ia menemukan pola kecenderungan passing bola pemain Mesir yang mirip Brasil atau gaya Spanyol yang arsitek permainan ada pada Xavi Hernandez, playmaker Barcelona, juara Liga Champions 2008/09. Bob dengan jenius mematikan Xavi sepanjang pertandingan.

Apakah program komputer berdasarkan logika ‘sebab akibat’ itu bisa mematikan Brasil di babak final Piala Konfederasi, Senin (29/6) dini hari? Inilah yang sulit dilakukan Bob. Sebab kesimpulan data statistik itu ditarik dari sebuah tren atau kecenderungan. Ia hanya bisa merancang strategi lewat kecenderungan lawan, yang mostly dilakukan oleh manajer/pelatih tim asal Amerika lewat scientific approach itu.

Permasalahannya adalah pesepakbola Brasil adalah separoh seniman. Gerakan mereka memang bisa direkam tren-nya namun tak semuanya. Ketika ‘naluri seni’ muncul, ketika itulah Brasil akan memunculkan peluang mencetak gol. Jika Bob bisa menanamkan ‘feeling’ membaca seni sepak bola Brasil, ya saat itulah AS akan bisa mencetak sejarah mengalahkan Brasil!

Sejarah membawa LA Lakers menjadi juara NBA 2009 tanpa ‘bantuan’ Shaquille O’Neal sangat besar artinya bagi Kobe Bryant. Namun ternyata Kobe mendapatkan bantuan dari sebuah tim solid yang tak pernah terungkap ke media cetak sebelum kemenangan 4-1 atas Orlando Magic itu tercapai!

Tim Sukses Kobe
Tim sukses Kobe bermarkas di Chicago. Dua nama yang sering disebut adalah Tim Grover dan Mike Procopio. Grover adalah pelatih fisik hebat yang pernah menjadi pelatih pribadi Michael Jordan dan sekarang menjadi pelatih fisik Kobe dan Dwyane Wade (Miami Heat). Sedangkan Procopio adalah basketball freak, mantan pemandu bakat, programmer, dan analis statistik hebat.

Kobe Bryant, selalu memiliki data yang lengkap saat menghadapi defender lawan. (Foto: Bobby Arifin/BOLA)
Procopio bertugas membuat detil penjagaan yang dikembangkan tim-tim kuat lawan Lakers yang akan dilakukan pada Kobe Bryant. Lewat rekaman video, yang diperoleh dari tim video LA Lakers, mereka menganalisis bagaimana Kobe bisa memecahkan penjagaan ‘bull dog defender’ milik Bruce Bowen (San Antonio, yang sekarang bermain untuk Milwaukee) atau ‘power defender’ punya Shane Battier (Houston Rockets).

Data masukan Procopio lantas dikonsultasikan dengan asisten Lakers untuk guard di bawah komando Brian Shaw. Shaw dkk. memberikan instruksi anti penjagaan (anti defense) yang harus dilakukan Kobe. Anti defense untuk tiap defender lawan berbeda-beda. Ada defender yang kuat di arah kiri, atau arah kanan, atau memiliki foot work bagus.

Shaw tak perlu melatih detil gerakan Kobe sebab Kobe akan mengirimkan input dari Shaw ke Grover dan Procopio. Grover akan merancang latihan fisik untuk penguatan otot dan bagian tubuh yang akan sering digunakan Kobe. Sedangkan Procopio akan membuat simulasi digital bagaimana kekuatan dan kelemahan penjagaan lawan, setelah memasukkan data-data statistik defender lawan guna mendapatkan kecenderungan defensenya.

Lewat komunikasi internet dan telepon, mereka berkomunikasi menembus batas waktu. Ketika itu jam di apartemen Procopio menunjukkan pukul 3.30 dini hari saat Kobe menghubungi, Procopio baru menggarap data penjagaan Spurs dan Houston. Procopio selalu mengingatkan Kobe jika lawan memiliki senjata baru mematikannya.

“Houston menggunakan software Moneyball-esque formula untuk bola basket. Mereka sudah memasukkan formulasi bagaimana meminimalkan gerakanmu. Saya berharap kamu membaca laporan yang saya buat ini agar dikau waspada dan bisa mengantisipasinya,” ungkap Procopio lewat e-mail kepada Kobe.

Procopio tak pernah terlambat memberikan analisnya di setiap pertandingan kompetisi reguler, play-off, bahkan hingga final NBA. “Ia terus melakukan analisis permainan saya meskipun ibunya meninggal. Usai mengurusi pemakaman, ia kembali ke depan komputer dan memberikan feed back atas catatan yang saya kirimkan,” ungkap Kobe.

Grover pun demikian. Ia selalu ada di mana Kobe ada. Jika memerlukan latihan tambahan, mereka berlatih bersama sejak pukul 5 pagi. Disiplin Kobe sangat tinggi. Ingat pertandingan melawan New York Knicks dimana Kobe malamnya membuat 61 angka, Februari lalu? Esoknya, pukul 5 pagi, Kobe dan Grover sudah berlatih lagi berdasarkan masukan yang dikirimkan Procopio, menembus batas waktu!

Mantan Pemandu Bakat (Scouting)
Siapakah Procopio? Ia pernah bekerja sebagai pemandu bakat di Boston Celtics selama 4 musim. Procopio juga pernah menjadi penasihat di Minnesota pada 2008. “Ia seorang penggemar basket sejati. Sesungguhnya orang sepertinya sudah bekerja sebagai pengurus liga NBA,” ungkap Grover, yang memutuskan untuk merekrut Procopio di musim 2008/09 sebagai tim sukses Kobe Bryant.

Kobe Bryant, mendapat support untuk menjadi yang terbaik dari keluarga. (Foto: Bobby Arifin/BOLA)
Namun dengan merendah Procopio mengatakan bahwa kunci kesuksesan itu ada di tangan Kobe sendiri. “Kobe sangat disiplin mengirimkan data. Ia ingat persis berapa data statistiknya. Ia selalu mengirimkan data entah saat di bus, pesawat, atau sudah lewat tengah malam. Waktu tak pernah habis bagi kami,” ungkap Procopio.

“Kami juga selalu bicara panjang lebar mengenai performa Kobe dengan mengacu pada game plan yang sudah kami sepakati. Kami tak pernah membicarakan berapa angka yang Kobe buat, namun berapa efisiensi permainan yang dibuatnya,” ungkap Procopio.

Saksi bisu komunikasi Chicago ke kota-kota yang disinggahi tim Lakers adalah Blackberry yang dimiliki Kobe. “Ketika menemukan penjagaan baru dari lawan, Kobe langsung mengontak saya menggunakan Blackberry-nya,” ungkap Procopio. Bagi Procopio, komunikasi dengan Kobe adalah 24 jam. “Saya juga orang pertama yang kritis ketika Kobe melakukan gerakan salah. Kobe tak pernah membantah saya.”

Maka ketika sebuah media besar ‘meledek’ Lakers bahwa sebenarnya siapa pelatih Lakers: Kobe Bryant atau Phil Jackson? Dengan enteng Jackson menjawab “Kobe tahu apa yang harus dilakukannya, termasuk bagaimana meminta teman-teman mendukung situasi permainan yang ia buat.”

Ya, lewat simulasi, analisis, dan latihan fisik yang dibuat Procopio dan Grover, Kobe sudah tahu apa yang harus dilakukan sepanjang 4x12 menit waktu normal. Ia sudah tahu game plan (yang jumlahnya puluhan itu) yang dibuat Phil Jackson dan tim pelatih untuk setiap lawan yang dihadapi.

Phil Jackson juga tahu persis bahwa Kobe telah melatih sendiri fisik dan menganalisis sendiri calon defender-nya. Jadi, untuk apa ia berpanjang lebar menguliahi Kobe yang sudah berlatih sendiri melebihi batas ekspektasi! Kalau pun harus marah, Jackson pasti memarahi Andrew Bynum yang suka bengong sendiri, Pau Gasol yang lemah gemulai, Lamar Odom yang kelebihan energi, Luke Walton yang kurang perhitungan dalam menjaga lawan, atau Trevor Ariza yang kadang suka panik sendiri.

Kobe memang sudah memposisikan dirinya seperti Michael Jordan, yang sukses sebagai pemain dan pebisnis. Ia merekrut secara pribadi tim pelatih fisik Jordan. Bahkan ia melangkah lebih jauh dengan mematuhi setiap masukan Procopio, analis statistik sekaligus kreator simulasi video.

Satu kelebihan Kobe yang tak dimiliki Jordan adalah visi sebagai pelatih! Hebatnya, Michael Jordan tak memaksakan dirinya menjadi pelatih meskipun banyak yang memintanya sebab ia tahu takaran yang ada pada dirinya. Sedangkan bagi Kobe, lewat kerjasama dengan Procopio, secara tidak langsung Kobe mempelajari game plan 29 pelatih NBA. Itu modal intangible untuk menjadi seorang pelatih bola basket masa depan.

“Succesfull people have certain common mental characteristics that help them to be successful in any area of endeavour.” Ya, pas sekali pernyataan itu untuk Kobe, MVP Final 2009, MVP All-Star 2009, MVP Reguler 2008, Peraih medali Emas Olimpiade 2008, dan copy cat ‘the airness’ Michael Jordan.


You Might Also Like

0 komentar