Profile: Jeremy Lin

09.15

Jeremy Lin
Lin at the 2010 Warriors open practice
No. 7 Golden State Warriors
Point guard
Personal information
Date of birthAugust 23, 1988 (age 22)
NationalityAmerican
High schoolPalo Alto High School
Listed height6 ft 3 in (1.91 m)
Listed weight200 lb (91 kg)
Career information
CollegeHarvard University
NBA Draft2010 / Undrafted
Pro career2010–present
Career history
Jeremy Lin at NBA.com

Yao Ming terus dilanda cedera. Yi Jianlian tampil di bawah harapan. Bagi penggemar NBA di Asia, inspirasi bisa didapat dari Jeremy Lin, rookie Golden State Warriors.

NAMA Jeremy Shu-How Lin tiba-tiba melonjak di musim NBA 2010-2011 ini. Sebelum musim ini dimulai Oktober 2010 lalu, benar-benar tak banyak yang tahu siapa pemain kelahiran 23 Agustus 1988 tersebut.

Saat NBA Draft 2010 dilaksanakan Juni tahun lalu, namanya sama sekali tidak muncul dari total 60 pemain yang dipilih sebagai rookie oleh 30 tim peserta.

Tiba-tiba saja, Golden State Warriors mengontraknya sebagai point guard cadangan. Lalu tiba-tiba saja, namanya menjadi omongan dan instan muncul banyak penggemar.

Ketika harian ini sempat meliput laga Warriors di kandang mereka, Oracle Arena di Oakland (dekat San Francisco), penjualan jersey Lin termasuk yang paling oke. Ketika harian ini sempat menonton laga Warriors melawan Knicks di Madison Square Garden, New York, November tahun lalu, tidak sedikit penonton di tribun mengenakan jersey Lin.

Siapa itu Lin? Cerita hidupnya benar-benar inspiratif. Andai nantinya tidak punya karier panjang di NBA pun, dia sudah menjadi bukti bahwa “nothing is impossible.” Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin.

Lin merupakan pemain Asian American pertama di NBA. Keluarganya imigran dari Taiwan. Lahir di Palo Alto (juga dekat San Francisco), pemain 191 cm itu sudah menunjukkan bakat basket luar biasa sejak remaja. SMA-nya, Palo Alto High School, meraih prestasi menggemparkan. Di tahun terakhir Lin, sekolah itu mencatat rekor 32-1, dan meraih juara negara bagian California Divisi II.

Lin, sebagai kapten, jadi bahan perbincangan di California. “Lin jadi pilihan mutlak player of the year oleh semua media California,” kata Dana O’Neil dariESPN.

Entah karena dia keturunan Asia atau bukan, tidak banyak universitas yang memberi tawaran beasiswa basket untuk Lin. Impiannya adalah bermain untuk kampus-kampus elite di California, seperti University of California di Berkeley, Stanford (keduanya di sekitar San Francisco), atau di UCLA. Tapi, tak satu pun yang memberinya jaminan masuk tim basket.

Dia lantas mencoba masuk ke kampus-kampus elite Ivy League. Termasuk Harvard. Gengsi basketnya tidak seperti sekolah besar lain, tapi semua ada di Divisi I, memberi harapan untuk mendapat sorotan dan kemudian naik ke jenjang profesional.

Pada akhirnya, Lin memilih Harvard. Meski dia tidak dapat beasiswa, sekolah itu memberinya jaminan bermain basket.

Pilihan itu mungkin yang terbaik. Di Harvard, Lin bersinar luar biasa. Di tahun keduanya, Lin meraup rata-rata 12,6 poin. Tahun ketiga (2008-2009), dia menjadi satu-satunya pemain NCAA Divisi I yang masuk top ten di tujuh kategori sekaligus di conference (liga) tempat dia berlaga. Yaitu poin (17,8), rebound (5,5), assist (4,3), steal (2,4), blok (0,6), field goal percentage (0,502), free throw percentage (0,744), dan 3-point shot percentage (0,400).

Di tahun kempat sekaligus terakhirnya (2009-2010), dia meraup rata-rata setara, dan untuk kali kedua terpilih masuk All-Ivy League First Team. Lin mengakhiri karier NCAA-nya sebagai pemain pertama dalam sejarah Ivy League yang mencatat sedikitnya 1.450 poin, 450 rebound, 400 assist, dan 200 steal.

Hebatnya lagi, Lin mampu lulus kuliah. Dia lulus jurusan Ekonomi dengan IP 3.1! Kamis lalu (3/3), Lin kembali ke Cambridge, Massachusetts, untuk mengambil ijazahnya di Harvard.

Sulit masuk kampus basket, apalagi NBA. Pemain terakhir Harvard yang masuk NBA adalah Ed Smith, pada 1954! Delapan tim NBA mengundang Lin untuk tryout. Tak satu pun lantas memilihnya dalam NBA Draft 2010.

Di NBA Summer League, dia pun bermain untuk Dallas Mavericks. Dan di liga musim panas itu, dia sempat mengimbangi John Wall, yang terpilih pertama di NBA Draft 2010. Beberapa tim pun menawarinya kontrak minimum. Termasuk Los Angeles Lakers.

Pada akhirnya, Lin memilih tim yang dekat dengan kota asalnya, Golden State Warriors. Dia meneken perjanjian dua tahun, namun dengan gaji yang hanya dijamin sebagian. Musim pertama ini, dia hanya dibayar USD 500 ribu (Rp 4,5 miliar), jauh di bawah rata-rata NBA. Musim kedua lebih besar, sekitar USD 800 ribu. Tapi dua-duanya hanya dijamin sekitar separuhnya. Jadi, kalau Lin dianggap kurang oke, dia bisa hanya dibayar separo.

Sejauh ini, Lin belum bisa dibilang spektakuler. Tapi dia juga tidak bisa dibilang mengecewakan. Dalam kebanyakan game, Lin lebih banyak duduk di bench mengenakan baju rapi. Hingga mendekati akhir musim 2010-2011, dia baru tercatat bermain 23 kali, rata-rata hanya sekitar delapan menit. Dia pun sempat dikirim ke NBA Development League (D-League) untuk menimba jam terbang.

Ini menguatkan kesan, Warriors mengontraknya untuk kebutuhan marketing. Berbasiskan di sekitar San Francisco yang memiliki banyak penduduk keturunan Asia, Warriors memang bisa mendapat pemasukan ekstra berkat Lin.

Dan memang, mereka yang memakai jersey Lin kebanyakan adalah keturunan Asia. Termasuk yang ramai-ramai menonton di kota-kota lain saat Warriors berkunjung.

Meski demikian, bukan berarti Lin hanya akan jadi poster boy pemikat penonton dan penjualan merchandise.

Secara jujur, Lin mengaku tidak akan menjadi seorang superstar. “Tahun ini saya tidak akan jadi All-Star,” guraunya beberapa waktu lalu. Namun, dia akan terus bekerja keras untuk minimal mengamankan karier di NBA.

Sejarah menunjukkan, rata-rata karier pemain NBA hanyalah empat tahun. Lin sekarang sedang berjuang menyelesaikan tahun pertamanya, dan berupaya mengamankan tahun kedua. Lin siap diminta melakukan apa saja untuk mengembangkan diri, membuktikan kemampuan. Termasuk kalau harus dikirim kembali ke D-League.

“Ada banyak rookie yang tak pernah merasakan D-League, tapi juga tidak banyak dapat menit bermain di NBA. Paling tidak, saya mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan. Saya benar-benar berkembang di D-League. Sekarang tinggal bagaimana melakukan apa yang bisa saya lakukan di D-League, di tingkat yang tertinggi (NBA, Red),” ucapnya saat diwawancarai New England Sports Network, saat mengambil ijazahnya di Harvard Kamis lalu.

Penggemar basket di Asia tentu berharap Lin benar-benar bisa bertahan --dan berkembang-- di NBA. Dia tidak harus jadi superstar. Kalau dia bisa bertahan sampai empat tahun saja, maka dia akan membantu membuka jalan bagi bintang-bintang Asia lain –warga Amerika atau bukan-- untuk berkiprah di liga paling bergengsi.(azrul ananda/jpnn/zal)

You Might Also Like

0 komentar